PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PERUBAHAN
- Beranda
- Kabar Revolusi Mental
- Berita Dan Artikel
- PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PERUBAHAN

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT PERUBAHAN
Jakarta (31/07/2021) Kementerian Koordinator
Bidang Pembangjnan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melakukan diskusi
bersama Forum Rektor Indonesia pada Kamis (08/07/2021). Dalam diskusi tersebut
terdapat sebuah tema untuk menjawab bagaimana perguruan tinggi dapat menjadi
salah satu pusat perubahan di Indonesia.
Pada diskusi tersebut hadir perwakilan dari
pihak pemerintah dan pihak perguruan tinggi. Dari pihak pemerintah hadir Ravik
Karsidi (Ketua I Tim Ahli Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental), Arif Budimanta
(Ketua II Tim Ahli Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental), Alissa Wahid (Anggota
Tim Ahli Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental) dan Alfredo Sani Fenat (Asisten
Deputi Revolusi Mental Kemenko PMK). Sementara dari pihak perguruan tinggi
hadir lebih dari 90 perguruan tinggi, di antaranya Universitas Hasanuddin
(Unhas) Makassar, Universitas Lampung (Unila), Universitas Malikussaleh
(Unimal) Aceh Utara, Universitas Islam Negeri (UIN) dari beberapa daerah, dan
Universitas Muhammadiyah (UM) dari beberapa daerah.
Dalam kesempatan itu Kemenko PMK menyatakan kepentingannya
untuk membangun kerjasama multipihak, termasuk kepada berbagai perguruan tinggi
di seluruh Indonesia. Perguruan tinggi dianggap sebagai agen perubahan di
tengah masyarakat yang dapat menjadi salah satu kekuatan dalam membumikan
gerakan dan program-program Revolusi Mental. Ravik Karsidi, Arif Budimanta,
Alissa Wahid dan Alfredo Sani Fenat sama-sama sepakat bahwa kata kunci bagi
perguruan tinggi untuk melakukan perubahan adalah “kesinambungan” (sustainability).
Kesinambungan menjadi kunci penting karena dua alasan; Pertama, kegiatan
perubahan bukan sebuah proyek sporadis dan jangka pendek; Kedua,
kegiatan perubahan harus dilakukan terus menerus melalui berbagai jenis
kegiatan dan tingkatannya.
Kesinambungan yang dimaksud meliputi tiga
faktor utama, yaitu: Pertama, pihak perguruan tinggi harus dapat
melakukan internalisasi di kampus masing-masing agar menjadi model,
dilembagakan atau tidak, dalam membumikan Revolusi Mental. Caranya bisa dengan diintegrasikan
ke dalam kegiatan pembelajaran (KBM) atau melalui kegiatan Tridarma Perguruan
Tinggi. Nilai-nilai Revolusi Mental, yakni integritas, etos kerja dan gotong
royong, bahkan dapat disosialisasikan kepada segenap civitas akademisi melalui
kegiatan teknis paling sederhana, seperti saat pembukaan kegiatan belajar
mengajar atau membuat yel-yel kreatif pada saat penerimaan mahasiswa baru.
Kedua, perguruan tinggi
diharapkan dapat membangun kerjasama multipihak yang saling mendukung. Dalam
konsep pentaheliks terdapat lima pihak yang melakukan kerjasama, yaitu
pihak pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat dan media. Kolaborasi pertama
yang perlu dibangun oleh perguruan tinggi adalah bekerjasama dengan kementerian,
pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Kerjasama ini dapat
dilakukan bersama Gugus Tugas Daerah di masing-masing wilayah. Gugus Tugas
Daerah itu nantinya akan menjadi coordinator gerakan, sementara perguruan
tinggi berperan sebagai produser gerakan.
Ketiga, jika di sebuah wilayah belum terdapat Gugus Tugas Daerah, Maka perguruan tinggi diharapkan bersedia melakukan inisiatif dengan Pemda untuk mengaktifkan Gugus Tugas Daerah agar dapat membangun gerakan dan menjalankan program-program Revolusi Mental. Arif Budimanta berharap bahwa perguruan tinggi sudah dapat bergerak menjadi pusat perubahan pada tahun 2022.
Diskusi ini diakhiri dengan penyamaan
persepsi mengenai keharusan terjadinya perubahan positif bagi bangsa Indonesia
ke depan, baik dalam bidang akademik, ekonomi, sosial-budaya, maupun teknologi,
yang berlandaskan pada nilai integritas, etos kerja dan gotong royong. Diskusi kemudian ditutup dengan konklusi
persuasif kepada kampus, sebagai bagian dari kerjasama multipihak, untuk
bersama-sama melakukan perubahan sejalan dengan revolusi mental di tengah
masyarakat dan turut serta dalam mensukseskan
program revolusi mental.
Reporter: Robby Milana
Editor: Wahyu Sujatmoko
Komentar pada Berita Ini (0)