EDAT: Harapan Besar Tuntaskan Malaria
- Beranda
- Kabar Revolusi Mental
- Berita Dan Artikel
- EDAT: Harapan Besar Tuntaskan Malaria

EDAT: Harapan Besar Tuntaskan Malaria
Inovasi
Foto: (sumber: indonesiaberinovasi.com)
Malaria kerap jadi masalah tersendiri khususnya bagi wilayah timur
Indonesia. Lewat inovasi yang memberdayakan masyarakat dan kerjasama penuh
semua pihak, malaria perlahan berhasil diberantas.
Â
Secara geografis, Kab Teluk Bintuni, Papua Barat memiliki wilayah yang sebagian besar berupa rawa dan hutan
mangrove dan situasi ini jadi endemik subur penyebaran malaria. Banyaknya rawa
di Teluk Bintuni membuat area ini memiliki jumlah nyamuk yang sangat banyak dan
menjadi penyakit utama yang diderita oleh
masyarakatnya. Kasus malaria di Kab Teluk Bintuni pada tahun 2018 hingga bulan
Juni hanyalah 0,8 per 1.000 penduduk. Angka ini berbeda jauh dari tahun 2009
yang mencapai 114,9 per 1.000 penduduk.
Pascapemekaran dari Kab Manokwari di tahun 2003, Teluk Bintuni menata segala
lini kehidupan masyarakatnya. Salah satu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah kabupaten Teluk
Bintuni adalah menggandeng seluruh stakeholder yaitu dunia usaha sebagai
pendukung dibuatnya obat dalam kemasan untuk malaria dan Pembina untuk para
kader juru malaria baik yang berasal dari kampung maupun perusahaan; Dinas
Kesehatan yang memiliki data dan formula obat tentang malaria; dan juga
masyarakat Kab Teluk Bintuni yang menjadi sasaran dan fokus pemberantasan
malaria.
Â
Kerjasama yang terjalin ini sejatinya bertekad
ingin mengubah fokus mereka dari pemberantasan nyamuk dan pengobatan
kasus-kasus malaria menjadi diagnosis dini dan pemberian pengobatan
secara tepat (EDAT) yang menekankan pada kecepatan
pelayanan. Jika hanya memusnahkan nyamuk tentu butuh waktu
lama, penyebaran malaria pun kemudian “dipotong†di tengah jalan dengan cara
memotong transmisi pasien. Dengan demikian, kalaupun nyamuk menggigit, selama
yang digigit tidak ada plasmodium-nya, tidak akan ada penyebaran malaria.
Â
Metode Early Diagnosis And Treatment (EDAT) dalam
pelaksanaannya diperkuat oleh payung hukum berupa Peraturan
Bupati (Perbup) tentang Malaria mengenai Akselerasi Eliminasi
Malaria (Arema) yang di dalamnya menyebutkan akan melibatkan banyak pihak.
Berkat kerjasama antara Pemkab Teluk Bintuni melalui Dinas Kesehatan dengan
dunia usaha yaitu dengan Perusahaan BP-LNG
Tangguh, maka dibentuklah Juru Malaria Kampung (JMK) dan Juru Malaria Perusahaan (JMP). Para kader yang
sebetulnya masyarakat Kab Teluk Bintuni dan berasal dari sekitar 150 kampung
dan 11 orang lainnya merupakan kader perusahaan dipilih secara khusus dan
dilatih untuk memeriksa darah dan mengobati malaria di bawah pengawasan petugas
kesehatan.
Hasil dari kerjasama ini salah satunya adalah para kader yang bertugas dibuatkan
kemasan obat yang
berkorespondensi dengan warna pada timbangan. Sebagai contoh, jika jarus
timbangan berada di area merah, obat yang diberikan kepada pasien adalah yang
berkemasan merah. Dengan demikian, para kader tidak perlu berhitung dahulu
untuk mengetahui dosis obat bagi tiap individu.
Masa-masa awal diberlakukan, EDAT mengalami
banyak penolakan dan kontroversi. Salah satunya adalah anggapan bahwa yang
memeriksa darah seharusnya petugas kesehatan. EDAT dijalankan terus berbenah
menyesuaikan situasi dan kondisi masyarakat. Di samping itu, Pemkab Teluk
Bintuni juga mendistribusikan kotak malaria ke seluruh puskesmas, dan JMK
sembari membatasi penjualan obat malaria secara bebas di apotek, toko obat, dan
warung. Seluruh petugas kesehatan yang baru direkrut juga diberi pelatihan
malaria sebelum ditempatkan di tempat tugasnya. Lalu, setiap puskesmas, JMK dan
JMP dikunjungj
secara rutin untuk menjamin kualitas pelaksanaan program malaria di daerahnya.
Â
Bumi Cendrawasih atau Tanah Papua selama ini
diketahui menempati urutan teratas sebagai penyumbang kasus malaria terbanyak
di Indonesia. Pada tahun 2009, penderita malaria mencapai angka 115 per 1000
penduduk. Setelah diimplementasikan sejak 2010, sistem EDAT berhasil mereduksi
wabah malaria. Tahun 2015, kasus malaria ini turun menjadi 2,4 per 1000
penduduk. Pada 2017, EDAT berhasil mereduksi penyebaran malaria dari angka 9,2
persen ke angka 0,02 persen di 12 desa. Selain mengurangi penyebaran, EDAT juga
sukses mengurangi tingkat morbiditas malaria dari 115 penderita per 1000
penduduk (2009) menjadi 5 penderita malaria dari 1000 penduduk (2016).
Â
Kesuksesan program malaria di Kab Teluk Bintuni ini
mendapatkan banyak penghargaan, termasuk Juara Pelayanan Publik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Wilayah
Asia Pasifik. Penghargaan dari PBB ini adalah untuk pemberdayaan masyarakat
dalam kesadaran untuk mengobati dirinya sendiri. Kab Teluk Bintuni selanjutnya
bertekad untuk dapat mencapai target transmisi lokal 0 selama 3 tahun atau
mencapai eliminasi malaria pada 2021-2022.
Â
Program
tersebut merupakan upaya penyediaan layanan publik yang
tepat dan cermat bagi masyarakat nyatanya memang bukan hanya tugas pemerintah
daerah semata tetapi sangat memerlukan adanya jalinan kemitraan yang baik
dengan semua pihak terutama dunia usaha dan kelompok masyarakat. EDAT
dijalankan dengan kerjasama bersama dan saling bergotong royong demi tekad
bersama memberantas malaria. Gerakan gotong royong ini lalu berwujud menjadi
inovasi layanan dari daerah endemik menjadi wilayah bebas malaria dalam waktu
yang tidak lama lagi. Sebagai nilai dan karakter bangsa Indonesia, gotong
royong yang menjadi nilai utama Gerakan Nasional Revolusi Mental, kembali
bertaji! (*)
Diolah dari berbagai sumber
Komentar pada Berita Ini (0)