Antre yang Perlu Dijelaskan
- Beranda
- Kabar Revolusi Mental
- Berita Dan Artikel
- Antre yang Perlu Dijelaskan

Antre yang Perlu Dijelaskan
Leksikon
Foto: (sumber:
blog.didut.net)
Menertibkan Indonesia dapat dimulai dari
membiasakan budaya antre. Dengan antre, sikap mementingkan diri sendiri pun di redam.
Empati kepada orang lain pun meningkat. Salah satu nilai dari Gerakan Indonesia
Tertib juga!
Â
Antre, mengantre dan antrean, jika dikaji
lebih lanjut ternyata perlu usaha yang tidak mudah untuk mengurainya. Berturut-turut, sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), antre
dapat bermakna ‘berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat
giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dan sebagainya); mengantre yaitu ‘berdiri dalam deretan
memanjang sambil menunggu giliran untuk dilayani mengambil (membeli dan
sebagainya) sesuatu’; dan antrean berarti ‘deretan orang, barang olahan, atau
unit yang sedang menunggu giliran untuk dilayani, diolah, dan sebagainya.
Â
Menurut
Pakar Manajemen dari Universitas Sanata Dharma, Hendra Poerwanto G, antrean
dapat dinyatakan sebagai suatu kejadian yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Menunggu di
depan loket untuk mendapatkan tiket kereta api atau tiket bioskop, pada pintu
jalan tol, pada bank, pada kasir supermarket, dan situasi-situasi lain
merupakan kejadian yang sering ditemui. Namun, tambah Hendra, studi tentang
antrean sendiri sebenarnya bukanlah hal yang baru. “Dalam dunia nyata kita tidak suka menunggu, maka tak heran bila kita
punya pendapat bahwa menunggu adalah pekerjaan yang paling menyebalkan,â€
tulisnya yang dimuat di sites.google.com
Â
Timbulnya
antrean, menurut Hendra disebabkan oleh kebutuhan akan layanan yang melebihi
kemampuan (kapasitas) pelayanan atau fasilitas layanan sehingga pengguna
fasilitas yang datang untuk menggunakan layanan atau fasilitas tadi jadi tidak
bisa segera mendapatkan layanan karena terjadinya kesibukan. Pada banyak hal,
tambahan fasilitas pelayanan dapat diberikan untuk mengurangi antrian atau
untuk mencegah timbulnya antrian. Namun di sisi lain, memberikan pelayanan
tambahan juga akan menambah biaya baru yang harus dikeluarkan. Akibatnya, keuntungan
yang diperoleh mungkin saja dapat berkurang dari yang seharusnya diterima.
Kemungkinan terburuk jika masalah antrian ini tidak dipecahkan dengan baik,
pelanggan atau nasabah dapat hilang lalu mencari fasilitas atau layanan lain yang
tentu saja minus antrean.
Â
“Antrean yang sangat panjang dan terlalu
lama untuk memperoleh giliran pelayanan sangatlah menjengkelkan. Rata-rata lama
waktu menunggu sangat tergantung kepada rata-rata tingkat kecepatan pelayanan,â€
tulis Hendra lagi.
Â
Teori
tentang antrean diketemukan dan dikembangkan oleh A. K. Erlang, seorang
insinyur dari Denmark yang bekerja pada perusahaan telepon di Kopenhagen pada
tahun 1910 sementara menurut Siagian (1987), antrean ialah suatu garis tunggu
dari nasabah (satuan) yang memerlukan layanan dari satu atau lebih pelayan
(fasilitas layanan). Pada umumnya, sistem antrean dapat diklasifikasikan
menjadi sistem yang berbeda-beda di mana teori antrean dan simulasi sering
diterapkan secara luas.
Â
Sistem
Pelayanan Antrean meliputi beberapa hal yakni garis antrean/baris tunggu dan
ketersediaan fasilitas. Garis antrean/baris tunggu meliputi panjang antrean,
jumlah baris antrean dan disiplin antrean. Panjang
Kapasitas Antrean dalam pengertian praktis dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
panjang kapasitas antrean yang potensial tidak terbatas, misalnya panjang
antrean di jembatan penyeberangan, atau antrean membeli tiket bioskop; dan panjang
kapasitas antrean yang terbatas baik karena ketentuan peraturan atau
karena keterbatasan karakteristik ruang fisik, misalnya tempat parkir.
Â
Jumlah Antrean dalam sistem antrean dikelompokkan menjadi dua
yakni antrean tunggal atau hanya ada satu fasilitas layanan untuk melayani
antrean; dan antrean berganda/multi hanya ada beberapa fasilitas layanan di
depan baris antrean. Terakhir, disiplin
antrean yang dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu preemptive dan non preemptive. Disiplin preemptive menggambarkan situasi dimana
pelayan sedang melayani seseorang, kemudian beralih melayani orang yang
diprioritaskan meskipun belum selesai melayani orang sebelumnya. Sementara
disiplin non preemptive menggambarkan
situasi dimana pelayan akan menyelesaikan pelayanannya baru kemudian beralih
melayani orang yang diprioritaskan.
Â
Adapun disiplin
first come first serve menggambarkan
bahwa orang yang lebih dahulu datang akan dilayani terlebih dahulu. Dalam
kenyataannya, sering dijumpai kombinasi dari kedua model jumlah antrean ini
yaitu prioritas dan first come first serve.
Sebagai contoh, para pembeli yang akan melakukan pembayaran di kasir untuk
pembelian kurang dari sepuluh jenis barang (dengan keranjang) di super market
disediakan counter tersendiri.
Â
Hendra
dalam penutup tulisannya mengusulkan sejumlah saran yang dapat dilaksanakan
jika ingin mengelola antrean selain dengan cara menambah fasilitas layanan
antara lain dengan mencoba mengalihkan perhatian pelanggan ketika menunggu,
misalnya dengan menyediakan TV, Bacaan, pemutaran film atau yang lain untuk
membantu pelanggan tidak terfokus pada kenyataan bahwa mereka menunggu lama; menginformasikan
kepada pelanggan tentang apa yang sedang terjadi dan apa yang sedang diupayakan
oleh manajemen untuk solusi. Hal ini perlu dilakukan khususnya ketika waktu
tunggu lebih lama dari normal karena pelanggan yang sudah menunggu lama dan
tidak mengerti apa yang sedang terjadi akan membuat mereka gelisah; menjaga
agar karyawan tidak terlihat oleh pelanggan sedang menganggur atau mengerjakan
pekerjaan lain atau bekerja lambat. Bagaimanapun, tidak ada yang membuat
pelanggan menjadi begitu frustasi ketika mereka sedang mengantre lama dan di
sisi lain mereka melihat para karyawan malah duduk-duduk santai atau terlihat
kurang gesit.
Â
Usulan
lain adalah dengan mensegmentasi pelanggan, misalnya bila ada sekelompok
pelanggan yang membutuhkan sesuatu yang dapat dilayani dengan cepat, ada
baiknya buat antrian khusus untuk mereka sehingga mereka tidak mengantri lama
hanya karena beberapa konsumen yang lain membutuhkan pelayanan yang lama; melatih
pelayan untuk lebih friendly terhadap
pelanggan. Menyapa pelanggan dengan menyebut nama atau memberikan atensi khusus
dapat membantu pelanggan mengendalikan perasaan negatif selama menunggu. Akan
lebih baik bila diberi arahan yang spesifik dari pada sekedar meminta mereka
bersikap friendly, misalnya dengan
meminta mereka tersenyum saat memberi salam kepada pelanggan; mendorong
pelanggan untuk datang pada saat waktu longgar/sepi. Berikan informasi yang
lengkap kepada pelanggan tentang saat-saat yang biasanya luang sehingga mereka
bisa datang dan tidak perlu mengantri. Beri tahu kapan saat-saat padat pelanggan dan kapan saat sepi pelanggan; dan
mengupayakan pemecahan jangka panjang dalam mengatasi masalah antrean. Perlu
mengembangkan rencana cara alternatif untuk melayani pelanggan misalnya dengan
mempersingkat prosedur, mengembangkan metode kerja yang lebih cepat dan
lain-lain.
Â
Jika
dapat dijelaskan dengan teori lengkap dengan nalar matematis, kejengkelan
mengantre juga pernah diterjemahkan secara estetis oleh sejumlah penulis.
Seorang Penulis, musisi, seniman dari Indonesia, Pidi Baiq misalnya pernah
menulis tentang antrian yaitu: “Sayangilah
orang yang ada di belakangmu dalam satu antrian, karena dia pun ingin kamu
segera dapat giliran.†Seorang Wartawan dan Kritikus Sosial dari Amerika
Serikat (1880-1956), Henry Louis Mencken menulis begini: “Fakta dasar tentang eksistensi manusia bukanlah sebuah tragedi, tapi
membosankan. Tidak ada hal yang lebih membosankan dari berdiri di antrian yang
panjang.†(*)
Diolah dari berbagai
sumber
Komentar pada Berita Ini (0)